Mengenal Lebih Dekat Profesi Ahli Gizi
Memasuki era globalisasi yang ditandai dengan adanya
persaingan pada berbagai aspek, diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang
berkualitas tinggi agar mampu bersaing dengan negara lain. Kesehatan dan gizi
merupakan faktor penting karena secara langsung berpengaruh terhadap
kualitas SDM di suatu negara. Untuk itu diperlukan upaya perbaikan gizi yang
bertujuan untuk meningkatkan status gizi masyarakat melalui upaya perbaikan
gizi dalam keluarga maupun pelayanan gizi pada individu yang karena suatu hal
mereka harus tinggal di suatu institusi kesehatan, diantaranya rumah sakit
(Depkes RI, 2005).
Gizi sebagai modal dasar dan investasi, berperan
penting memutus ‘lingkaran setan‘ kemiskinan dan kurang gizi,
sebagai upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia (SDM). Beberapa dampak buruk kurang gizi : Rendahnya produktivitas kerja, kehilangan kesempatan
sekolah, dan kehilangan sumberdaya karena biaya kesehatan yang tinggi. Upaya
peningkaan SDM diatur dalam UUD 1945 pasal 28 H ayat (1), yang menyatakan bahwa
setiap individu berhak hidup sejahtera, dan pelayanan kesehatan adalah salah
satu hak asasi manusia (Bappenas, 2011).
Rumah sakit sebagai salah satu institusi kesehatan mempunyai peran penting
dalam melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan
mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi
dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan penyakit. Pelayanan gizi di rumah sakit merupakan bagian integral dari
upaya penyembuhan penyakit pasien. Mutu pelayanan gizi yang baik akan
mempengaruhi indikator mutu pelayanan rumah sakit, yaitu meningkatkan
kesembuhan pasien, memperpendek lama rawat inap, serta menurunkan biaya
(Direktorat Bina Pelayanan Medik Dasar, 2007).
Siapa sih Ahli Gizi itu ????
Mungkin
sebelumnya banyak di antara kita yang tidak tahu bahwa ternyata ada sebuah
profesi di bidang kesehatan selain dokter, perawat, dan bidan, yakni sebuah
profesi yang disebut ahli gizi. Profesi ini tentu saja berbeda dengan
profesi-profesi lain di bidang kesehatan yang lebih akrab di telinga kita itu.
Mendengar
namanya, tentu kita akan secara otomatis mengaitkan profesi yang satu ini
dengan segala macam hal yang berhubungan dengan makanan dan diet. Tidak salah
sebenarnya. Hanya saja, jika dilihat lebih jauh, ternyata peran seorang ahli
gizi tidak melulu mengurusi soal makanan, diet, dan penyakit.
Ahli gizi atau dietitian adalah seorang profesional medis yang mengkhususkan diri dalam dietetika,
yaitu studi tentang gizi dan penggunaan diet khusus untuk mencegah dan
mengobati penyakit. Menurut Keputusan Menteri Kesehatn Republik Indonesia Nomor
374/MENKES/SK/III/2007, dikatakan bahwa ahli gizi adalah seseorang yang telah
mengikuti dan menyelesaikan pendidikan akademik dalam bidang gizi sesuai aturan
yang berlaku, mempunyai tugas, tanggung jawab dan wewenang secara penuh untuk
melakukan kegiatan funsional dalam bidang pelayanan gizi, makanan dan dietetik
baik di masyarakat, individu atau rumah sakit.
Standar Kompetensi dan Peran Ahli Gizi
Standar kompetensi ahli gizi disusun berdasarkan jenis ahli gizi yang
ada saat ini yaitu ahli gizi dan ahli madya gizi. Keduanya mempunyai
wewenang dan tanggung jawab yang berbeda. Secara umum tujuan disusunnya
standar kompetensi ahli gizi adalah sebagai landasan pengembangan profesi
Ahli Gizi di Indonesia sehingga dapat mencegah tumpang tindih kewenangan
berbagai profesi yang terkait dengan gizi. Adapun tujuan secara khusus
adalah sebagai acuan/pedoman dalam menjaga mutu Ahli Gizi, menjaga
dan meningkatkan mutu pelayanan gizi yang profesional baik untuk individu
maupun kelompok serta mencegah timbulnya malpraktek gizi (Persagi,
2010).
Peran Ahli Gizi
Secara umum, paling tidak seorang ahli gizi memiliki 3 peran, yakni sebagai dietisien,
sebagai konselor gizi, dan sebagai penyuluh gizi (Nasihah, 2010).
1. Dietisien adalah
seseorang yang memiliki pendidikan gizi, khususnya dietetik, yang bekerja untuk
menerapkan prinsip-prinsip gizi dalam pemberian makan kepada individu atau kelompok,
merencanakan menu, dan diet khusus, serta mengawasi penyelenggaraan dan
penyajian makanan (Kamus Gizi, 2010).
2. Konselor
gizi adalah ahli gizi yang bekerja untuk membantu orang lain (klien)
mengenali, mengatasi masalah gizi yang dihadapi, dan mendorong klien untuk
mencari dan memilih cara pemecahan masalah gizi secara mudah sehingga dapat
dilaksanakan oleh klien secara efektif dan efisien. Konseling biasanya
dilakukan lebih privat, berupa komunikasi dua arah antara konselor dan klien
yang bertujuan untuk memberikan terapi diet yang sesuai dengan kondisi pasien
dalam upaya perubahan sikap dan perilaku terhadap makanan (Magdalena, 2010).
3. Penyuluh
gizi, yakni seseorang yang memberikan penyuluhan gizi yang merupakan suatu
upaya menjelaskan, menggunakan, memilih, dan mengolah bahan makanan untuk
meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku perorangan atau masyarakat dalam
mengonsumsi makanan sehingga meningkatkan kesehatan dan gizinya (Kamus Gizi,
2010). Penyuluhan gizi sebagian besarnya dilakukan dengan metode ceramah
(komunikasi satu arah), walaupun sebenarnya masih ada beberapa metode lainnya
yang dapat digunakan. Berbeda dengan konseling yang komunikasinya dilakukan
lebih pribadi, penyuluhan gizi disampaikan lebih umum dan biasanya dapat
menjangkau sasaran yang lebih banyak.
Ketiga peran itu hanya bisa dilakukan
oleh seorang ahli gizi atau seseorang yang sudah mendapat pendidikan gizi dan
tidak bisa digantikan oleh profesi kesehatan manapun, karena ketiga peran itu
saling berkaitan satu sama lain, tidak dapat dipisahkan.
Selain ketiga peran yang telah dijelaskan diatas, peran ahli gizi juga
dapat dikaji pada rincian di bawah ini :
1. Ahli Gizi
a) Pelaku tatalaksana/asuhan/pelayanan gizi klinik
b) Pengelola pelayanan gizi di masyarakat
c) Pengelola tatalaksana/asuhan/pelayanan gizi di RS
d) Pengelola sistem penyelenggaraan makanan institusi/masal
e) Pendidik/penyuluh/pelatih/konsultan gizi
f) Pelaksana penelitian gizi
g) Pelaku pemasaran produk gizi dan kegiatan wirausaha
h) Berpartisipasi bersama tim kesehatan dan tim lintas sektoral
i) Pelaku praktek kegizian yang
bekerja secara profesional dan etis
2. Ahli Madya Gizi
a)
Pelaku tatalaksana/asuhan/pelayanan gizi klinik
b)
Pelaksana pelayanan gizi masyarakat
c)
Penyelia sistem penyelenggaraan makanan
Institusi/massal
d)
Pendidik/penyuluh/pelatih/konsultan gizi
e)
Pelaku pemasaran produk gizi dan kegiatan
wirausaha
f)
Pelaku praktek kegizian yang bekerja secara
profesional dan etis (Persagi, 2010)
Lalu, apa pentingnya menjadi
seorang ahli gizi ???
Tentu
saja penting!! Pernahkah kita renungkan bahwa sebagian besar penyakit-penyakit
degeneratif seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, kencing manis, darah
tinggi, penyakit ginjal, hati dan empedu serta penyakit-penyakit malnutrisi
(salah gizi) seperti obesitas, marasmus, kwasiorkor, gondok, dan kekurangan
vitamin A yang diderita penduduk Indonesia dan tidak jarang bahkan sampai
merenggut nyawa itu ternyata salah satunya disebabkan oleh minimnya pengetahuan
akan gizi. Coba kita pikirkan lebih jauh, kalau saja penduduk Indonesia
menjalankan pola hidup bersih dan sehat serta memerhatikan asupan makanan yang
mereka konsumsi, tentu penyebaran penyakit-penyakit itu tidak akan merajalela
seperti sekarang ini.
Kemudian,
dari mana masyarakat umum dapat memeroleh informasi dan pengetahuan-pengetahuan
tentang gizi guna memperbaiki pola hidup mereka? Di sinilah peran seorang ahli
gizi sebagai penyuluh dan konselor gizi sangat diperlukan. Seorang ahli gizi
yang tentu saja harus memiliki kompetensi sebagai seorang dietisien ini juga
harus mau ‘membagi ilmu’ yang dimilikinya kepada masyarakat umum melalui
konseling dan penyuluhan. Dengan ilmu yang menjadi keahliannya, ahli gizi dapat
membantu masyarakat mengatasi masalah kesehatan mereka dan keluarga terutama
yang berkaitan dengan gizi dengan menggunakan bahasa yang umum dan sederhana
yang mudah dimengerti oleh masyarakat awam.
Dengan
adanya peran ahli gizi di dalam masyarakat, diharapkan dapat membantu
memperbaiki status kesehatan masyarakat, khususnya melalui berbagai upaya
preventif (pencegahan). Mudahnya begini, jika kita tahu apa saja dan bagaimana
makanan yang aman, sehat, dan bergizi untuk dikonsumsi, kemudian mengamalkannya
dalam kehidupan sehari-hari, niscaya kita akan terhindar dari berbagi penyakit
mengerikan yang sudah disebutkan di atas. Bayangkan jika tidak, dan kemudian
kita harus mengobati penyakit-penyakit itu, tentunya akan terasa sangat
menyakitkan dan pastinya akan mengabiskan biaya yang tidak sedikit untuk
mengobatinya. Kita semua tahu, bahwa mencegah itu lebih baik (dan lebih
murah) daripada mengobati. Jika kita bisa menerapkan kebiasaan itu, kita
menjadi tidak mudah sakit, dan tidak terlalu tergantung kepada jasa dokter dan
perawat, serta tidak perlu mengonsumsi obat-obatan yang umumnya selalu memiliki
efek samping terhadap kesehatan.
Melalui
ahli gizilah salah satu caranya masyarakat dapat mengetahui berbagai
informasi-informasi dan isu-isu kesehatan, khususnya yang berhubungan dengan
gizi. Jika dilakukan tatap muka, masyarakat pun dapat langsung berinteraksi
dengan ahli gizi dan berkonsultasi langsung dengan mudah mengenai permasalahan
gizi yang mereka hadapi. Ahli gizi yang memberikan penyuluhan dan konseling pun
hendaknya memiliki bekal pengetahuan dan wawasan yang cukup yang harus terus
ditambah dan diperbaharui setiap waktu.
Selain
memberikan informasi mengenai makanan dan gizi yang dikandungnya, ahli gizi
juga wajib menguasai tentang penyakit-penyakit yang berkaitan dengan gizi,
seperti penyakit-penyakit degeneratif, penyakit-penyakit akibat malnutrisi, dan
penyakit-penyakit infeksi untuk kemudian disebarluaskan kepada masyarakat.
Hal-hal yang dapat diinformasikan antara lain dimulai dari pengertian dan
penjelasan singkat mengenai penyakit tersebut, kemudian apa saja tanda dan
gejalanya, apa penyebabnya, bagaimana cara mengatasi, mengobati, dan
mencegahnya, serta apa saja makanan dan minuman yang dianjurkan dan yang tidak
dianjurkan.
Sebagai
seorang penyuluh, ahli gizi dapat menyampaikan informasi-informasi kesehatan
yang khususnya berkaitan dengan gizi serentak kepada audiens yang jumlahnya relatif lebih banyak.
Hal ini menguntungkan karena informasi penting tersebut dapat langsung tersebar
kepada sasaran yang lebih luas dalam waktu yang relatif lebih singkat. Namun,
informasi yang disampaikan biasanya bersifat umum, kurang detail, dan respon
dari audiens yang dapat ditanggapi pun terbatas.
Sedangkan
dalam melakukan kegiatan konseling gizi, biasanya terjadi komunikasi langsung
dua arah antara konselor dan klien. Hal ini lebih efektif, karena informasi
yang disampaikan pun dapat lebih detail dan lengkap. Komunikasi yang dibangun
pun dapat lebih intens dan mendalam sehingga dapat benar-benar dipahami apa
keinginan dan kebutuhan klien. Hanya saja, penyampaian informasi yang dilakukan
melalui metode konseling ini akan memerlukan waktu yang lebih lama jika sasaran
yang dicapai lebih banyak.
Sumber
Rujukan :
1.
Depkes RI. 2005. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah
Sakit. Edisi Revisi. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
2.
Direktorat Bina Pelayanan Medik Dasar. 2007. Pedoman
Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
3.
“Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 374/MENKES/SK/III/2007"
(PDF). Diakses tanggal 17 Desember 2017
4.
Nasihah, Fathiya. 2010. Peran Ahli Gizi
sebagai Penyuluh dan Konselor Gizi.
5.
Persagi. 2010. Standar Profesi Gizi. http://persagi.org
Komentar
Posting Komentar